BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
secara leksikal kata ma’ani berarti maksud
atau arti. Para ilmu ahli ma’ani mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan
tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari
pikiran.
Ilmu ma’ani
pertama kali di kembangkan oleh Abd al- Qahir al- Jurzani. Objek kajian
ilmu ma’ani adalah kalimat-kalimat yang berbahasa arab. Tentu
ditemukannya ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjijatan al-Qur’an,
al-Hadits dan rahasia-rahasia kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik puisi
maupun prosa. Disamping itu, objek kajian ilmu ma’ani hampir sama
dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan dalam ilmu
nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu ma’ani. Perbedaan antara
keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat murad
(berdiri sendiri) sedangkan ilmu ma’ani lebih bersifat tarkibi
(dipengaruhi faktor lain). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasan Tamam,
bahwa tugas ilmu nahwu hanya mengutak ngatik kalimah dalam suatu jumlah tidak
sampai melangkah pada jumlah yang lain.
Kalam
al-Arabi adalah menjadi salah satu bahan kajian ilmu ma’ani.
Dalam perkembangannya bahwa kalam itu terbagi atas dua bagian yaitu kalam
insyai dan kalam khabari
Dalam makalah ini Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai jenis kalam khabari. Dan
secara garis besar kalam khabari yaiatu kalimat yang pembicaranya dapat dikatakan sebagai orang yang benar
atau dusta.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang terdapat di makalah ini adalah:
1.
Apa saja jenis-jenis kalam khabari?
2.
Apa saja penyimpangan kalam khabari?
C.
Tujuan Masalah
Diharapkan dengan
adanya makalah ini, mahasiswa mengerti dan memahami akan jenis-jenis
kalam khabari dan deviasi (penyimpangan) kalam khabari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kalam Khabari
Khabar ialah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau
bohong semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri.[1]
Jika seseorang mengucapkan suatu kalimat (kalam) yang mempunyai pengertian yang
sempurna, setelah itu kita bisa menilai bahwa kalimat tersebut benar atau salah
maka kita bisa menetapkan bahwa kalimat tersebut merupakan kalam khabar.
Dikatakan benar jika maknanya sesuai dengan realita, dan dikatakan dusta
(kadzb) jika maknanya bertentangan dengan realita. Contoh:
قال الطّالب: لن يحضر الأستاذ أحمد فى المناقشة غدا
Ucapan mahasiswa di atas bisa dikategorikan kalam
khabari. Setelah mahasiswa tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat
apakah ucapannya benar atau salah. Jika ternyata ustadz Ahmad keesokan harinya tidak datang
dalam perkuliahan, maka ucapan mahasiswa tersebut benar. Sedangkan jika
ternyata keesokan harinya ustadz Ahmad datang pada perkuliahan, maka kalimat
tersebut tidak benar atau dusta.
B.
Tujuan Kalam Khabari
Setiap ungkapan yang dituturkan oleh seseorang pasti mempunyai
tujuan tertentu. Suatu kalâm khabari
biasanya 26 mempunyai dua tujuan, yaitu fâidah al- khabar dan lâzim al-faidah.
1.
Fâidah al-khabar adalah suatu kalâm
khabari yang diucapkan kepada orang yang belum tahu sama sekali isi
perkataan itu. Contoh,
كان
عمربن عبد العزيز لا يأخذ من بيت المال شيئا ولا يجزى على نفسه من الفيء درهما
Pada kalimat di atas mutakallim ingin memberi tahu kepada mukhâthab
bahwa Umar bin Abdul Aziz tidak pernah mengambil sedikit pun harta dari baitul
mal. Mutakallim berpraduga bahwa mukhâthab tidak mengetahui hukum yang ada pada
kalimat tersebut.
2.
Lâzim al-fâidah adalah suatu kalâm
khabari yang diucapkan kepada orang yang sudah mengetahui isi dari
pembicaraan tersebut, dengan tujuan agar orang itu tidak mengira bahwa si
pembicara tidak tahu.
ذهبت
الى الجامعة متأخرا
Selain kedua tujuan utama dari kalâm khabari terdapat tujuan-tujuan lainnya yang
merupakan pengembangan dari tujuan semula. Tujuan-tujuan tersebut adalah sbb:
1.
Istirhâm (minta dikasihi)
Dari segi
bentuknya kalâm ini berbentuk khabar
(berita), akan tetapi dari segi tujuannya mutakallim ingin dikasihi oleh
mukhâthab. Contoh kalâm khabari dengan
tujuan istirhâm adalah do'a nabi Musa yang dikutip Alquran,
2.
Izhhâr al-Dha'fi (memperlihatkan kelemahan) seperti do'a Nabi
Zakaria dalam Alquran.
3.
Izhhâr al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) seperti doa Imran
bapaknya Maryam yang dihikayatkan dalam Alquran.
4.
Al-Fakhr (sombong) seperti
perkataan Amru bin Kalsum
5.
Dorongan bekerja keras
Dari segi
bentuk dan isinya kalâm ini bersifat khabari (pemberitahuan), akan tetapi
maksud mutakallim mengucapkan ungkapan tersebut agar mukhâthab bekerja keras.
Contoh kalâm khabari untuk tujuan ini
adalah surah Thahir bin Husain kepada Abbas bin Musa al-Hadi yang terlambat
membayar upeti.
C.
Jenis-Jenis Kalam Khabari
Kalam
khabari adalah kalimat yang diungkapkan untuk memberiyahu sesuatu atau beberapa
hal kepada mukhatab. Untuk efektifitas menyampaikan suatu pesan perlu
dipertimbangkan kondisi mukhatab. Ada tiga keadaan mukhatab yang
perlu dipertimbangkan dalam mengungkapkan kalam khabari.[2]
Keadaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Mukhathab yang belum tahu apa-apa (خلى الذهن)
Mukhthab khalidzdzihni adalah keadaan mukhathab yang belum
tahu sedikit pun tentang informasi yang disampaikan. Mukhathab
diperkirakan akan menerima dan tidak ragu-ragu tentang informasi yang akan
disampaikan. Oleh karena itu tidak diperlukan taukid dalam pengungkapannya.
Bentuk kalam khabari pada model pertama
ini dinamakan kalâm khabari ibtidai.
Contoh:
السيارة
ساقطة في الوادي
2. Mukhathab
ragu-ragu (متردد الذهن)
Jika mukhathab
diperkirakan ragu-ragu dengan informasi yang akan kita sampaikan maka perlu
diperkuat dengan taukid. Keraguan
mukhathab
bisa disebabkan dia mempunyai informasi lain yang berbeda dengan informasi yang
kita sampaikan, atau karena keadaan mutakallim yang kurang meyakinkan.
Untuk menghadapi mukhathab jenis ini diperlukan adat taukid seperti „أن – إن – فد – ل ‟. Bentuk kalam ini
dinamakan kalâm khabari thalabi ( خبر طلبي )
Contoh:
إن
السيارة ساقطة
3. Mukhathab
yang menolak (انكاري)
Kadang juga terjadi mukhathab
yang secara terang-terangan menolak informasi yang kita sampaikan. Penolakan
tersebut mungkin terjadi karena informasi yang kita sampaikan bertentangan
dengan informasi yang dimilikinya serta keinginan dan keyakinannya. Hal ini
juga bisa terjadi karena dia tidak mempercayai kepada kita. Untuk itu
diperlukan adat taukid
lebih dari satu untuk memperkuat
pernyataannya. Jenis kalam model
ini dinamakan kalam khabari inkari. Contoh:
والله
إن السيارة ساقطة
Dari paparan di atas tampak bahwa penggunaan taukid dalam suatu
kalam mempunyai implikasi terhadap
makna. Setiap penambahan kata pada suatu kalimat akan mempunyai implikasi terhadap
maknanya. Seorang filsuf Yaqub bin Ishaq
al-Kindi bertanya kepada Abu Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrid, ”Saya
menemukan sesuatu yang sia-sia dalam ungkapan Arab. Orang-orang berkata: عبد الله قائم، وإن عبد الله قائم، وإن عبد الله القائم Sedangkan
makna kalimat-kalimat di atas sama.
Abu al-Abbas al-Mubarrid berkata, “Ketiga kalimat tersebut tidak
sama artinya. Kalimat عبد
الله قائم merupakan informasi mengenai berdirinya
Abdullah. Kalimat وإن عبد الله قائم merupakan jawaban dari
pertanyaan seseorang. Sedangkan kalimat وإن عبد الله القائم merupakan jawaban atas keingkaran orang yang
menolaknya.
D. Penyimpangan
Kalam Khabari
Seperti telah dijelaskan di muka bentuk-bentuk kalam
khabari jika dikaitkan dengan keadaan mukhathab
ada tiga jenis, yaitu ibtidai, thalabi, dan
inkari. Pada
kalam
ibtidai
tidak memerlukan taukid. Karena
kalam ini diperuntukkan bagi mukhathab
yang khali al-dzihni (tidak mempunyai pengetahuan tentang hukum yang
disampaikan). Pada kalam thalabi, mutakallim menambahkan satu huruf
taukid untuk menguatkan pernyataannya, sehingga mukhathab yang ragu-ragu bisa menerimanya.
Sedangkavn pada kalam inkari, mutakallim
perlu menggunakan dua taukid untuk memperkuat pernyataannya, karena mukhathab
yang dihadapinya orang yang menolak pernyataan kita (munkir).
Namun dalam praktek berbahasa keadaan
tersebut tidak selamanya demikian. Ketika berbicara dengan mukhathab yang khala
al-dzihni kadang digunakan taukid. Atau juga sebaliknya seseorang tidak
menggunakan taukid pada saat dibutuhkan, yaitu ketika ia berbicara dengan seorang yang inkar. Penyimpangan
dalam penggunaan kalam khabar ada beberapa macam.
Di antara penggunaan kalam khabari yang
menyalahi maksud lahirnya.
1.
Kalam Thalabi
digunakan untuk mukhathab khali al-dzihni, contoh:
وَلاَ تُخَاطِبْنِى فِى الَّذِي ظَلَمُوْا اِنَّهُمْ
مُّغْرَقُوْنَ (هود : ۳۷)
Dan janganlah kau bicarakan kepada-Ku
tentang orang-orang zhalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
(Q.S Hud: 37)
Pada ayat di atas mukhathab-nya adalah nabi
Nuh. Ia sebagai khali al-dzihni karena ia pasti menerima apa yang Allah
putuskan. Namun di sini Allah menggunakan taukid seolah-olah nabi Nuh ragu.[3]
Hal ini dilakukan untuk memperkuat suatu pernyataan. Contoh,
وَمَا أُبْرِئُ نَفْسِى إِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ
بِالسُّوْءِ (يوسف : ۵۳)
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.
(Q.S. Yusuf: 53)
2. Kalam
ibtidai digunakan untuk mukhathab inkari
وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وَّاحِدٌ (البقرة : ۱۶۳)
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa.(Q.S
al-Baqarah: 163)
Pada ayat di atas Allah menggunakan
kalam khabari ibtidai yaitu tidak
menggunakan taukid, padahal mukhathab-nya adalah orang-orang kafir yang inkar.
Pertimbangan penggunaan kalam ibtidai untuk mukhathab inkari adalah karena
di samping orang-orang kafir itu telah ada bukti yang dapat mendorong mereka
untuk beriman. Oleh karena itu keingkaran mereka tidak dijadikan dasar untuk
menggunakan ungkapan penegasan dengan taukid.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kalam khabari ialah suatu
ungkapan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong dilihat dari teksnya itu
sendiri, kalam khabari memiliki dua tujuan, yang pertama yait ntk
memberi tahu mkhathab tentang suat
informasi tujuan ini dinamakan faidah al-khabar, kedua di ucapkan kepda
orang yang sudah tahu dengan tujuan agar orang yang di ajak bicara tidak
mengira bahwa ia tidak mengetahuinya.Selain tujuan utama dari kalam khabari
dan tujuan-tujuan lainnya dari kalam khabar , yaitu a) istirham (minta di kasihani): b)
izhhar al-dla’fi (memperlihatkan kelemahan) : c) izzhar al-tahassur
(memperliahatkan penyesalan): d) al-Fakhr ( sombong); e) dorongan
bekerja keras.
Dan kalam khabar memiliki
tiga jenis, yaitu ibtidai,thalabi,dan inkari. Kalam ibtidai
adalah suatu kalam khabari yang
tidak menggubnakan taukid, kalam ini di gnakan untk orang yang tidak
tahu sama sekali ( khali al-dzihni). Kalam thalabi adalah suatu kalam
khabari yang menggunakan suatu taukid, kalam ini di gunakan untuk mukhatab
mutaraddid (mukhatab yang ragu). Sedangkan
kalam inkari adalah suatu kalam khabari yang menggunakan lebih dari satu taukid.
Kalam ini di gunakan untuk mukhatab munkir.
Dalam kenyataan sering terjadi
penyimpangan dari kaidah dan aturan umum, sperti ungkapan ibtidai untuk inkari atau sebaliknya ungkapan inkari
di gunakan untuk mukhatab ibtidai.